Welcome

Delete this widget from your Dashboard and add your own words. This is just an example!

TRAUMA KEPALA

Rabu, 25 Mei 2011

Trauma kepala adalah setiap trauma pada kepala yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Dampak trauma kepala pada system tubuh lain :
Ø  Faktor kardiovaskuler
  • Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
  • Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
Ø  Faktor Respiratori
  • Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
  • Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
  • Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata
Ø  Faktor metabolisme
  • Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
  • Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Ø  Faktor gastrointestinal
  • Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
Ø  Faktor psikologis
  • Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempe­ngaruhi psikososial pasien dan keluarga. 
 
Ø  Mekanisme Terjadinya Trauma Kepala
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala kepala. Pada trauma kepala terjadi akselerasi (gerakan yang cepat dan mendadak yang terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam) dan deselerasi (penghentian akselerasi secara mendadak yaitu jika kepala membentur benda yang tidak bergerak). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi dua kejadian yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak (kup) dan pergeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah dampak primer (kontra kup). Apabila akselerasi disebabkan oleh pukulan pada oksiput, maka pada tempat di bawah tampak terdapat tekanan positif akibat identasi ditambah tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak ke arah dampak dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan. Di seberang tempat terdapat tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan ditiadakan oleh tekanan yang positif yang diakibatkan oleh pergeseran seluruh otak.
Maka pada trauma kepala dengan dampak pada oksiput, gaya kompresi di bawah berdampak cukup besar untuk bisa menimbulkan lesi. Lesi tersebut bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil tanpa kerusakan pada duramater (lesi kontusio). Jika lesi terjadi di bawah dampak disebut lesi kontusio “kup” dan jika terjadi di seberang dampak disebut lesi kontusio “kontra kup”. Sehingga dari sana bisa timbul gejala-gejala deficit neurologist berupa reflek babinski yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan gambaran “organic brain syndrom” dan berdampak juga pada autoregulasi pembuluh darah serebral, sehingga terdapat vasoparalisis.
Akselerasi dan penggeseran otak yang terjadi bersifat linear dan bahkan akselerasi yang sering kalidiakibatkan oleh trauma kepala disebut akselerasi rotarik. Pergeseran otak pada akselerasi dan deselerasi linear dan rotarik bisa menarik dan memutuskan vena-vena yang menjembatani selaput arakhnoida dan dura sehingga timbul perdarahan subdural. Vena-vena tersebut “Bridging Veins”.
Pada umumnya trauma kepala terjadi sebagai akibat kecelakaan. Pada trauma kepala mempunyai beberapa macam, yaitu :
1. Trauma kepala terbuka
  • Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak
  • Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.
  • Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
o   Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
o   Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
o   Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
o   Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
o   Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

2. Trauma Kepala Tertutup
                  Trauma kepala tertutup terjadi pada Komusio serebri (Gegar otak), Kontusio serebri (Memar otak), Perdarahan sub dural, Perdarahan Intraserebral .
Ø  Komusio serebri  ( Gegar otak )
Komusio serebri  ( Gegar otak ) merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung.
  • Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan atas koup kontusio dimana lesi terjadi pada sisi benturan, dan tempat benturan. Pada kepala yang relatif diam biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi kontra koup.
  • Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke  sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. SEdangkan perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.
Ø    Perdarahan sub dural
 Perdarahan sub duralmerupakan perdarahan antara duramater dan arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan subdural dibedakan atas akut, subakut, dan kronis.
·         Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan  cedera otak besar dan cedera batang otak. Tanda-tanda akan gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan kantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, dan gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
  • Perdarahan subdural subakut, biasanya berkembang 7 sampai 10  hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyuebabkan  penurunan tingkat kesadaran yang dalam
  • Perdarahan subdural kronik, terjadi karena luka ringan. Mulanya  perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa mingggu atau bulan. Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
Ø    Perdarahan Intraserebral
Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan  mungkin menyertai contra coup phenomenon. Kebanvalan dihubungkan dengan kontusio dan terjadi dalam area frontal dan tem­poral. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak. Gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan.
Ø  Lokasi Terjadinya Trauma Kepala:
·         Pada kulit kepala: terjadi robekan pada kulit kepala atau pada jenis trauma kepala ringan.
·         Pada tengkorak atau otak: terjadi benturan keras, terkena benda tumpul pada kepala atau pada jenis trauma kepala terbuka dan berat.
           
Ø  Berdasarkan berat ringannya trauma kepala terbagi menjadi 3 yaitu:
1.      Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2.   Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g) Pemeriksaan lainnya normal
3.   Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
e.1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
e.2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
f)  Trauma kepala yang berpenetrasi
g)  Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)

Penanganan korban trauma kepala :
Ø  Pertolongan pertama pada korban trauma kepala pra rumah sakit :
Fokus penanganan korban dengan cedera kepala pada area pra rumah sakit adalah menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan. Pada fase pra rumah sakit titik berat diberikan pada menjaga kelancaran jalan nafas, kontrol adanya perdarahan dan syock, stabilisasi pasien dan transportasi ke rumah sakit  terdekat.
Peran masyarakat awam :
  1. AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)
Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan looklisten and feel. Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada dan listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Seringkali suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya hambatan jalan nafas. Sedangkan feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien melakukan ekspirasi yang bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda ini dapat kita temukan artinya pernafasan klien masih ada.
Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan upaya dengan dua metode yaitu Haed till dan Chin lift, yaitu tindakan mendorong kepala agak kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan manuver ini maka jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru. Bila korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari adanya jejas pada dada, leher, dan muka/wajah, maka dua manuver tadi harus dihindari agar tidak menambah cedera leher yang terjadi tetapi lakukan Jaw Thrust Manoever. 

2.   BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)
Bila airway sudah baik belum tentu pernafasan akan baik, sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
Perubahan pernafasan dapat kita lihat dari pengamatan frekwensi pernafasan normalnya pada orang dewasa frekwensi pernafasan per menit adalah 12 – 20 kali permenit sedangkan anak 15 – 30 kali per menit. Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih dari 30 atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati mengalami henti nafas, maka tindakan yang dilakukan adalah melakukan pernafasan buatan. Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth to mouth. Tindakan pemberian fasas buatan secara langsung dari mulut ke mulut sudah tidak dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu penolong harus menggunakan barrier device (alat poerantara).
 3.  CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol perdarahan).
Seringkali pasien dengan trauma juga mengalami perdarahan. Hall yang harus dilakukan adalah bagaimana agar perdarahan bisa segera dihentikan. Beberapa perdahahan kecil dan perdarahan vena mungkin lebih mudah diatasi, sedangkan perdarahan arteri biasanya sulit diatasi dan dapat segera menyebabkan syock sirkulasi.
Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah dan respirasi. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan tekanan darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan meningkat 20 – 30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat Tekanan darah akan menurun disertai peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.
Perdarahan dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka. Dengan bebet tekan ini diharapkan pembuluh darah yang rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat di kurangi. Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan ini beresiko mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas yang dapat mengakibatkan kematian jaringan. 
4.  EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan mempertahankan posisi)
Kebanyakan para penolong yang tidak tahu cara-cara pengangkatan dan pemindahan penderita yang benar akan membuat cedera semakin parah pada saat pemindahan penderita. Beberapa hal yang harus diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :
    1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika tidak mampu jangan paksakan
    2. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
    3. Berjongkok  jangan membungkuk saat mengangkat.
    4. Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.
Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan dengan hati hati dan tidak dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing menyangga bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih parah. Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan teknik log roll. Untuk menghindari cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk mensabilkan posisi penderita. 
5.  TRANSPOTRASI. (pengangkutan menuju Rumah Sakit)
Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan cedera yang lebih parah pada pasien. Idealnya transportasi pasien cedera kepala adalah menggunakan ambulan dengan peralatan trauma. Tetapi untuk daerah yang akses pertolongan pertama oleh ambulan tidak bisa cepat, jangan berlama-lama untuk menunggu datangnya ambulan. Pilih mobil dengan kriteria sebagai berikut:
Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur terlentang tanpa memanipulasi pergerakan tulang belakang, penolong leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila selama perjalanan terjadi sesuatu. Hal yang juga penting selama perjalanan adalah komunikasi dengan pihak rumah sakit. Dengan melaporkan kondisi korban, penanganan yang telah dan sedang dilakukan termasuk meminta petunjuk darii petugas pelayanan gawat darurat rumah sakit tentang apa yang harus dikerjakan bila menemui kesulitan. Pihak unit gawat darurat juga dapat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pertolongan korban sesampainya di rumah sakit.

0 komentar:

Posting Komentar